Kamis, 27 Agustus 2009

Membicarakan Orang/Kelompok Lain, Kebiasaan Kitakah? (2 of 2)

Membicarakan Orang/Kelompok Lain, Kebiasaan Kitakah? (2 of 2)
Tentang membicarakan aib orang lain, Rasulullah saw. telah mengingatkan kita,

يَامَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَـانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ لاَيَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَتَتَّبِعُوْا عَوْرَاتَهُمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فىِ جَوْفِ بَيْتِهِ

“Wahai sekalian manusia yang beriman dengan lidahnya, (namun) belum masuk iman ke dalam hatinya. Janganlah engkau sekalian menggunjing orang-orang Islam dan jangan membuka aib mereka, (karena) sesungguhnya orang yang membuka aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan membuka aibnya. Dan siapa yang aibnya dibuka Allah, maka Dia akan membukanya sekalipun di dalam rumahnya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

إِنَّ أَكْثَرَ خَطَايَا اِبْنَ آدَمَ فِيْ لِسَانِهِ

Sesungguhnya kebanyakan dosa manusia itu (bersumber) pada lidahnya. (HR Baihaqi, Ibnu Abi Dunya dan Thabrani)

اِخْزِنْ لِسَانَكَ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ، فَإِنَّكَ بِذٰلِكَ تَغْلِبُ الشَّيْطَانَ

Simpanlah lidahmu kecuali untuk yang baik, sebab dengan begitu engkau telah mengalahkan setan. (HR Ibnu Hibban dan Thabrani)

الْكَلِمَةُ الطَّـيِّبَةِ صَدَقَةٌ

Ucapan yang baik adalah sedekah. (HR Muslim)

Dzun Nun al-Mishri pernah ditanya oleh seseorang,
“Siapa orang yang paling mampu menjaga diri?”
“Orang yang betul-betul menjaga lisannya,” jawabnya.

‘Aidh al-Qarni menuturkan, “Kesehatan hati dan kesucian lidah adalah karunia Allah. Orang yang mendapatkan karunia ini akan dengan senang hati menutup aib sesama, perangainya bersih, hatinya jernih, selalu melihat sisi terang dalam kehidupan manusia, senang melihat sifat-sifat terpuji, gembira melihat kebiasaan yang baik, selalu berusaha mengajak orang lain kepada kebaikan, memaafkan kesalahan orang lain, memuji sifat-sifat mulia, dan mengabaikan hal-hal selain itu. Dengan kata lain, ia tidak mempunyai waktu untuk menggagas kesalahan sesama dan tidak pula mempunyai kesempatan untuk menghanguskan keshalehan orang lain dengan api kedengkian.”

Seorang bijak memberi nasihat, “Mengendalikan nafsu sama seperti mendidik anak kecil. Jika kita memanjakannya sejak bayi, maka ia akan tumbuh dewasa tak terkendali. Begitu pula nafsu. Jika kita menurutinya selalu, maka ia akan membesar, dan kita pun harus bersusah-payah mengendalikannya. Anehnya, semua orang sepakat untuk tidak memanjakan anak, tapi mengapa tidak semua orang sepakat untuk mengendalikan hawa nafsu?”

الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ السُّوْءَ، وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ هَوَاهُ

Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan perbuatan jelek (keji) dan orang yang berjihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya. (HR Ibnu Majah dan an-Nasa’i)

Ibnul Mubarak menerangkan, “Siapa meninggalkan etika baik, maka Allah akan membuat dirinya melalaikan sunnah. Siapa melalaikan sunnah, maka Allah akan menjadikan dirinya melalaikan yang wajib. Siapa meninggalkan yang wajib, maka Allah akan menimpakan kepadanya kufur. Siapa yang melakukan perbuatan demikian ini, maka ia telah berada dalam kegelapan di atas kegelapan. Andai saja ia memperlihatkan kedua tangan, ia nyaris tidak akan bisa melihatnya.”


Daftar Pustaka :

*
Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, asy-Syaikh, “Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf (Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi at-Tashawwuf)”, Pustaka Amani, Cetakan I : September 1998/Jumadil Ula 1419
*
‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
*
Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006

Tulisan ini lanjutan dari : “Membicarakan Orang/Kelompok Lain, Kebiasaan Kitakah? (1 of 2)”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar