Rabu, 06 Januari 2010

BELAJAR MENGERTI HIDUP

Belajar mengerti hidup de-ngan mengamati diri sendiri, mengenal diri sendiri setiap saat, maka kiranya mereka tidak akan mencela dan memaki orang lain. Kalau kita nnencela orang lain, ini sudah pasti terjadi karena kita menganggap diri sendiri sebagai orang baik, setidaknya lebih baik daripada dia yang kita cela. Akan tetapi benarkah demikian? Mari kita bercermin setiap hari, bukan
hanya bercermin untuk melihat wajah kita setiap hari, melainkan terutama sekali bercermin
setiap seat dengan mengamati diri sendiri dalam hubungan kita setiap hari dengan orang lain
atau dengan benda, dengan pikiran dan apa saja, yaitu mengamati setiap saat segala macam
pikiran kita, perasaan kita, gerak-gerik kita lahir batin. Bukan mengendalikan diri sendiri.
Bukan me-ngoreksi diri sendiri, bukan mencari ke-salahan diri sendiri, karena semua itu
merupakan bentuk-bentuk perlawanan dan pemaksaan belaka yang akhirnya ternyata adalah
permainan pikiran yang berpamrih menghendaki sesuatu yang “lebih”! Me-ngamati saja,
memandang saja, dengan penuh perhatian, tanpa mencela atau memuji, tanpa pamrih sama
sekali. Da-patkah?

KESEDERHANAAN

Kita sudah terbiasa un-tuk menilaisegala sesuatu dari lahiriah belaka. Dan kita selalu mengejar sesuatu juga untuk kepentingan kesenangan diri sendiri dengan dasar-dasar lahiriah pula. Kesederhanaan adalah suatu hal yang menyangkut suatu keadaan rohani, keada-an batiniah yang tidak ada sangkut-paut-nya dengan keadaan jasmaniah atau la-hiriah. Seorang pertapa boleh jadi hanya mengenakan cawat saja sebagai penutup tubuh, hanya makan sehari sekali atau kurang dari makanan
seadanya, akan tetapi belum tentu dia itu berjiwa se-derhana! Ada orang-orang yang kelihatan
sederhana. Namun kesederhanaannya itu dipergunakannya sebagai pameran, me-mamerkan
kesederhanaannya, agar semua orang tahu bahwa dia adalah orang se-derhana!
Kesederhanaan macam ini ada-lah kesederhanaan palsu, biarpun dia telah menyiksa tubuhnya
sendiri, memaksa tubuhnya agar melaksanakan apa yang dianggapnya kesederhanaan.
Kesederhana-an yang diakuinya sendiri, dirasakannya sendiri ini hanyalah kesederhanaan
pura-pura yang pada hakekatnya tak lain tak bukan hanyalah suatu kesombongan yang
terselubung, suatu pamrih atau keinginan menonjolkan diri yang dibungkus dan diberi etiket
berbunyi: Kesederhanaan! Kesederhanaan lahiriah yang disengaja seperti itu hanyalah
merupakan daya upaya, merupakan cara untuk mencapai sesuatu belaka, yaitu: Agar orang
lain tahu bahwa dia sederhana, bahwa dia suci, baik dan sebagainya yang pada akhirnya
hanya menunjukkan bahwa dia berpamrih agar terpandang! Dan “terpan-dang” ini merupakan
sesuatu yang me-nyenangkan hati! Jadi kesimpulannya adalah bahwa dia mempergunakan
keseder-hanaan lahiriah sebagai kedok untuk me-ngejar kesenangan!
Ada pula orang yang sengaja hidup sederhana, bertapa di gunung-gunung dan gua-gua,
berpakaian setengah telanjang, jarang makan minum, menyiksa diri. Akan tetapi semua itu
pun merupakan bentuk pemaksaan belaka, semua itu pun merupakan suatu jalan untuk
mencapai sesuatu, oleh karena itu pun palsu ada-nya. Hanya sebagai cara memenuhi
ke-inginannya, mencapai sesuatu dan segala yang berpamrih sudah pasti palsu ada-nya, tidak
WAJAR! Mungkin si pertapa yang menyiksa diri memaksa diri seder-hana itu menghendaki
sesuatu yang tidak ada sangkut-pautnya dengan duniawi, bukan menghendaki harta, bukan
pula menghendaki nama, atau menghendaki kedigdayaan yang kesemuanya adalah duniawi,
bukan pula ingin memperoleh kemuliaan duniawi, akan tetapi meng-inginkan sesuatu yang
dinamakannya “le-bih tinggi” yang pada umumnya dinama-kan “kesempurnaan”, atau
“kesucian”, atau “kebahagiaan”, bahkan ada pula yang menyebutnya Tuhan! Akan tetapi,
semua sebutan itu pasti dihubungkan sebagai hal yang MENYENANGKAN! Baik itu
kesempurnaan, kebahagiaan atau lain-nya, tentu digambarkan oleh PIKIRAN sebagai sesuatu
YANG MENYENANGKAN, atau yang lebih baik, lebih enak, lebih menyenangkan daripada
yang sekarang ada padanya! Dengan demikian, kembali lagi lingkaran setan itu terbukti,
bahwa yang dikejar adalah kesenangan! Baik jas-maniah, atau pun batiniah, tetap saja yang
dicari-cari adalah kesenangan me-nurut ukuran pikiran! Karena yang selalu mengukur sesuatu
dengan untung rugi, dengan senang susah, yang selalu menge-jar-ngejar kesenangan adalah
pikiran itulah!
Kesederhanaan, seperti cinta kasih seperti juga kebenaran, kebaikan, ke-bajikan dan
sebagainya, jelas tidak dapat dilatih! Karena sesuatu yang dilatih itu berarti penekanan, berarti
pemaksaan, dan sesuatu yang dilatih itu sudah pasti mengandung pamrih untuk memperoleh
sesuatu! Dan kalau sudah ada pamrih, dan semua pamrih selalu berputar untuk kemudian
menuju kepada pencapaian kesenangan sendiri, apakah itu dapat dinamakan kesederhanaan
lagi? Keseder-hanaan, seperti juga kebaikan atau ke-bajikan, adalah suatu keadaan, bukan
suatu hal yang mati. Sekali kita merasa bahwa kita baik, maka itu bukanlah baik lagi
namanya! Sekali kita menganggap bahwa kita sederhana, itu tiada lain hanyalah
kesombongan yang berselubung dengan cap kesederhanaan. Kita dapat melihatnya semua ini
secara gamblang di dalam diri kita sendiri kalau kita mau membuka mata setiap saat dan
meman-dang diri sendiri.
Dan untuk mengenal apa yang di-namakan cinta kasih, kebahagiaan, ke-indahan, keagungan
alam, apa yang dinamakan kekuasaan Tuhan yang biasanya kita hanya menerima saja dari
pendapat-pendapat yang sudah ditentukan oleh kitab dan para ahli, untuk dapat mengenal itu
semua secara nyata, bukan hanya teori belaka, bukan hanya harapan belaka, dibutuhkan jiwa
yang sungguh-sungguh sederhana! Dan kesederhanaan tak mung-kin ada selama di situ
terdapat aku yang berpamrih, aku yang ingin senang, selama terdapat pikiran yang mencari-
cari hal yang menyenangkan. Batin yang hening, tidak dibikin hening dengan sengaja,
me-lainkan batin yang hening dengan sen-dirinya, bukan buatan, batin yang tidak pernah
mengharap, tidak pernah meng-inginkan sesuatu yang tidak ada, batin demikian ini yang
berada dalam keadaan sederhana.
Namun sayang, sejak kecil kita sudah terbiasa oleh hal-hal yang palsu. Pen-dapat-pendapat
umum yang dibangun semenjak kita dapat berpikir, mempenga-ruhi kita, membutakan mata
kita betapa palsunya semua itu. Kita menjadi buta dan hanya melihat hal-hal lahiriah belaka.
Oleh karena itu maka kebanyakan dari kita mempergunakan hal-hal lahiriah ini untuk
mengelabuhi orang lain, yang tentu saja bersumber lagi kepada pamrih untuk menarik
keuntungan lahir batin sebanyaknya, pamrih untuk mengejar kesenangan pribadi.

KEBAHAGIAAN

“Bahagia, hanya sebuah kata!
penuh daya tarik, penuh rahasia dikejar, dia lari dicari, dia sembunyi makin dibutuhkan
makin manja bahagia, hanya sebuah kata!
Harta benda bukanlah bahagia nafsu berahi bukan bahagia dia bukan pula kebesaran nama
bukan pula kedudukan mulia tak mungkin didapat melalui pengejaran
seperti halnya kesenangan!
Yang mengejar bahagia selamanya takkan bahagia yang tidak butuh bahagia adalah orang
yang benar-benar bahagia itulah hakekat bahagia hanya sebuah kata belaka!”

Senin, 04 Januari 2010

Ujar-ujar

“Seorang budiman bertindak sesuai dengan kedudukannya, tidak meng-inginkan
hal-hal di luar dari kedudukan-nya.”
Siluman Kecil menarik napas panjang. Dia telah mengalami banyak sekali hal--hal yang amat
pahit dalam kehidupannya dan kalau direnungkan secara mendalam, memang karena manusia
menginginkan hal-hal yang tidak ada padanya, meng-inginkan sesuatu yang belum ada, yang
tidak dimilikinya, yang berada di luar jangkauannya, dan KEINGINAN inilah yang menjadi
biang keladi segala macam penyakit dan kesengsaraan hidup. Dia menarik napas panjang lagi.
Sesungguhnyalah, bukan hanya seperti yang disadari oleh Siluman Kecil bahwa keinginan
menjadi biang keladi kesengsa-raan hidup. Bahkan keinginan itulah yang membuat kita
kehilangan kesbahagiaan! Betapa tidak? Keinginan membuat mata kita buta terhadap segala
keindahan yang telah kita miliki. Keinginan membuat kita meremehkan dan tidak dapat
me-lihat keindahan yang sudah berada pada kita. Contohnya : Biarpun kita telah me-megang
sebutir buah apel di dalam ta-ngan, namun kalau kita menginginkan buah anggur yang belum
ada, mata kita seperti buta akan kelezatan buah apel yang sudah berada di tangan,
mengang-gapnya tidak enak dan tidak memuaskan dan yang paling memuaskan adalah buah
anggur yang kita inginkan, yang belum ada itulah! Karena itu mari kita men-coba untuk
membuka mata dan melihat segala sesuatu yang sudah ada pada kita, melihat keindahannya,
tanpa membanding--bandingkan dengan yang belum ada, tan-pa membayangkan yang lain-
lain, maka kita akan melihat keindahan dan akan terbuka mata kita bahwa sesungguhnya
selama ini kita hanya diombang-ambing-kan oleh pikiran kita yang selalu haus akan hal-hal
yang belum ada pada kita! Kita selalu beranggapan bahwa kebahagi-aan berada di sana, yang
harus kita ke-jar-kejar, sama sekali kita tidak pernah mau melihat, apa yang berada di sini,
yang sudah ada pada kita. Kita seperti mengejar-ngejar bayangan kita, biar dikejar sampai
selama hidup pun tidak akan dapat tersusul, kita tidak pernah mau berhenti dan menyelidiki
apa ge-rangan bayangan itu, lupa bahwa bayang-an itu adalah kita sendiri, karena kitalah yang
menciptakan bayangan yang kita kejar-kejar itu!

“Cai Shang Wi, Put Leng He.
Cai He Wi, Put Wan Shang.”

Dalamkedudukan tinggi, dia tidak menghina yang di bawah. Dalam kedu-dukan rendah, dia tidak
menjilat yang di atas.

Betapa sukarnya mencari seorang kun-cu (budiman) seperti itu! Sudah lajim di dunia ini,
orang selalu memandang rendah kepada orang-orang yang lebih rendah kedudukannya
daripada kita, kita suka menginjak dan meremehkan orang--orang yang berada di bawah kita,
kita merasa jijik kepada kaum jembel, kita menjebikan bibir terhadap orang-orang miskin dan
papa, kita merendahkan me-reka yang bekerja kasar dan yang ke-dudukannya jauh lebih
rendah daripada kita. Sebalikya, sudah menjadi KESOPAN-AN masyarakat bahwa kita selalu
ber-sopan santun kepada orang-orang yang tinggi kedudukannya, kita bermanis muka kepada
orang-orang kaya, kita menjilat-jilat kepada pejabat tinggi. Betapa palsu-nya kita ini! Betapa
kejamnya kita ini! Namun kita marah kalau dinyatakan bah-wa kita tidak memiliki
perikemanusiaan!

“Dia memperbaiki diri sendiri dan tidak mencari kesalahan orang
lain, maka dia tidak mempunyai penyesalan apa pun. Ke atas dia tidak menyalahkan Thian
dan ke bawah dia tidak menyalahkan manusia lain.”

Minggu, 03 Januari 2010

I KIN KENG

I Kin Keng


Tat Mo Couwsu adalah pencipta pertama dari ilmu silat yang menjadi
sumber semua ilmu silat yang dikenal sekarang.


“Ini bukan latihan silat, melainkan gerakan untuk menyehatkan tubuh, maka melatihnya pun
tidak boleh berlebihan, sungguhpun kalau kurang pun tidak akan ada gunanya. Cukup dilatih
dua kali se-hari, pagi dan sore di tempat terbuka. Nama ilmu olah raga ini adalah I Kin Keng
(Ilmu Mengganti Otot), terdiri dari dua belas gerakan.”


Gerakan Pertama :Kosongkan pikiran dan satukan perhatian. Berdiri tegak de-ngan kedua
kaki terpentang sejauh satu kaki (30 senti), muka lurus ke depan. Ujung lidah menyentuh
pertemuan antara gigi atas dan bawah. Bengkokkan kedua lengan ke samping pinggang
sampai kedua tangan melintang lurus ke depan. Pada saat membengkokkan lengan
tena-ganya didorong ke bawah oleh telapak tangan, seolah-olah kedua telapak tangan
menekan meja dan siap untuk meloncat. Lakukan ini perlahan-tahan sampai tiga puluh
sembilan kali, mengendur dan me-negang dalam waktu yang sama, kemudi-an turunkan
tangan kembali. Tarik dan tahan napas di waktu mengerahkan tena-ga, dan buang napas di
waktu mengendurkan tenaga.
Gerakan ke dua :Agak dekatkan ke-dua kaki sampai setengah kaki. Kepal jari-jari tangan
dengan ibu jari lurus mengacung. Gerakkan kedua kepalan ta-ngan di depan bawah pusar,
kedua ibu jari bersambung. Lalu tarik ibu jari (me-negangkan) sejauh mungkin ke atas.
Ta-han menegang sejenak, lalu kendurkan dan turunkan ibu jari. Lakukan ini ber-ulang 49
kali.
Gerakan ke tiga :Pentangkan kaki terpisah satu kaki seperti pertama. Ke-dua kaki menahan
kekuatan di bawah, tak pernah mengendur. Kepal tangan de-ngan ibu jari di dalam kepalan
dan ken-durkan kedua pundak. Lalu keraskan ke-palan. Lakukan ini berulang kali menge-ras
dan mengendur sampai 49 kali.
Gerakan ke empat :Rapatkan kedua kaki. Kepal kedua tinju dengan ibu jari di dalam
kepalan. Angkat lengan ke de-pan sampai lurus dengan pundak. Kerah-kan tenaga ke depan
di waktu menarik dan menahan napas. Lalu keluarkan napas dan turunkan lengan. Ulangi
sampai 49 kali.
Gerakan ke lima :Kedua kaki mera-pat. Angkat kedua lengan dari samping terus ke atas
dengan telapak terlentang sampai jari-jari saling bertemu di atas kepala, sambil mengangkat
tumit kaki berdiri di atas jari kaki. Lalu kepal ke-dua tangan dengan kuat, kemudian turun-kan
lengan dan tumit. Ulangi sampai 49 kali.
Gerakan ke enam :Pisahkan kedua kaki seperti pertama. Buatlah kepalan biasa, ibu jarinya
di luar. Angkat kedua lengan ke samping, terlentang sampai rata dengan pundak. Kemudian
bongkok-kan lengan menjadi segi tiga, permukaan tangan menghadap pundak. Lalu
keraskan kepalan tangan. Ulangi sampai 49 kali.
Gerakan ke tujuh :Rapatkan kedua kaki. Membuat kepalan biasa, angkat kedua lengan
sampai sejajar pundak ke depan. Menggunakan tangan, tarik kedua lengan ke samping
sampai sejajar pundak, kepalan menelungkup. Lalu angkat jari kaki dan berganti-ganti berdiri
di atas sebelah tumit kaki. Ketika menurunkan jari kaki kembali keluarkan napas dan buka
kepalan. Ulangi sampai 49 kali.
Gerakan ke delapan :Kedua kaki masih merapat. Ibu jari di dalam kepalan tangan. Angkat
kedua kepalan sejajar pundak, lurus dengan kepalan saling ber-hadapan muka. Ketika
mengangkat kedua lengan, berdiri di atas jari kaki angkat tumit. Lalu kepalkan tinju dengan
keras. Kemudian kendurkan kepalan dan turun-kan tumit, ulangi sampai 49 kali.
Gerakan ke sembilan :Kedua kaki masih merapat dan ibu jari tangan di dalam kepalan.
Angkat kedua lengan ke depan akan tetapi bengkokkan lengan setelah kepalan berada
sejajar dengan perut. Lalu naikkan kepalan, menghadap ke muka sampai lengan menjadi
bentuk segi tiga. Kemudian putar kedua kepalan ke dalam sampai menghadap ke depan
dagu. Ulangi 49 kali.
Gerakan ke sepuluh :Kaki tetap me-rapat dan ibu jari dalam kepalan. Angkat lengan ke
depan sejajar pundak. Lalu tarik kedua kepalan melintang ke kanan kiri pundak dengan

muka kepalan meng-hadap ke depan, seolah-olah sedang mengangkat benda seberat
setengah ton de-ngan siku menegang dan kepalan menge-ras. Ulangi 49 kali.
Gerakan ke sebelas :Kedua kaki me-rapat akan tetapi jari membuat kepalan tangan biasa,
ibu jari di luar. Kepalan mengendur dan diangkat ke depan pusar, siku membengkok. Lalu
keraskan kepalan dengan ibu jari ditegangkan. Kemudian kendurkan ibu jari dan kepalan.
Ulangi 9 kali.
Gerakan ke dua belas :Kedua kaki merapat. Ibu jari di dalam kepalan ta-ngan. Angkat
kedua kepalan sejajar pun-dak, lurus dengan kepalan saling berha-dapan muka. Ketika
mengangkat lengan ke depan sejajar pundak dengan telapak terlentang, angkat pula tumit.
Jangan mengerahkan tenaga. Tahan posisi ini se-jenak, kemudian turunkan lengan dan
tumit. Ulangi 12 kali.
Demikianlah latihan olah raga I Kin Keng yang diciptakan oleh Tat Mo Couwsu
. Ulangi dari pertama sampai ke dua belas seba-nyak tiga kali,
dan lakukan setiap pagi dan sore. Jangan lupa, setiap pengerahan tenaga dilakukan setelah
napas ditarik dan ditahan, kemudian setiap pengendur-an tenaga dilakukan ketika napas
dike-luarkan.”