Rabu, 26 Agustus 2009

Apa Kita Termasuk Mukmin Kuat dan Bermanfaat? (2 of 2)

Apa Kita Termasuk Mukmin Kuat dan Bermanfaat? (2 of 2)
Selain pesan agar kita menjadi mukmin kuat, Rasul saw. juga mengingatkan kita agar menjadi manusia (mukmin) yang bermanfaat bagi orang lain, sebisa mungkin sebanyak-banyaknya manfaat dan orang.

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. (HR al-Qadha‘i – hadits hasan)

أَحَبُّ النَّاسِ إِلىَ اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat. (HR Thabrani – hadits hasan lighayrih)

Mukmin penuh manfaat senantiasa menebar ilmu tanpa memperhitungkan apakah ada imbalan materi atau tidak, juga tidak menyembunyikan ilmu dengan beriklan agar orang lain membeli buku karyanya, kecuali memang terlalu panjang pembahasannya.

Bukankah jalan rezeki bisa dari arah yang tak disangka-sangka (min haytsu lâ yahtasib)? Bukankah kita senantiasa berikrar Hasbunallâh (cukuplah bagi kami, Allah semata)? Bukankah Allah Maha Kaya (Al-Ghaniyy)?

Renungan,

*
“Seorang ustadz boleh menerima bisyârah (uang saku) setelah ceramah atau khutbah tapi jangan dihitung besarnya, langsung saja masukkan ke dompet sehingga bercampur dengan uang lainnya. Dengan demikian hati kita tidak akan membanding-bandingkan di manakah kita akan diundang, berapa besar bisyârah yang akan diterima dan hal-hal yang bersifat keduniaan lainnya,” nasihat KH. Asrori al-Ishaqi—pengasuh Pesantren Al-Fithrah Jl. Kedinding Lor Surabaya.


وَلاَ تَشْتَرُوْا بِأ ٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلاً

Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah. (QS al-Baqarah [2] : 41)

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا ِممَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ غَرَضًا مِنَ الدُّنْياَ لمَ ْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَعْنِيْ رِيْحَهَا

Siapa yang mempelajari suatu ilmu agama yang seharusnya ditujukan untuk Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajari itu untuk Allah, hanya untuk mendapat kedudukan atau kekayaan dunia, maka ia tidak akan mendapat bau surga pada hari Kiamat. (HR Abu Daud)

Mukmin penuh manfaat selalu berusaha berkarya, berkreasi dan berinovasi demi sumbangsih kepada kemanusiaan khususnya kejayaan Islam dan kaum muslimin di belahan dunia mana pun (bahkan di masa depan bisa jadi di planet mana pun).

Renungan,

*
Sudahkah kita menemukan/menciptakan alat, software, teori, rumus, jasa atau apa pun yang berguna bagi khalayak ramai? Tidak malukah kita kepada para penemu (ilmuwan/praktisi) di masa lampau yang dengan segala keterbatasan mampu membuat sekian banyak terobosan? Bukankah saat ini fasilitas lebih memadai? Bukankah saat ini teknologi telah mempermudah kita melakukan berbagai hal? Mana hasil karya kita?

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Jika ruh sudah terpisah dari jasad, amal jariyah apa yang akan kita tinggalkan? Tak perlulah kita saling lempar tanggung jawab, mari kita tanya diri kita masing-masing.


مَنْ سَنَّ فِى اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِم شَيْئًا

Siapa memberi contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)


Aku begadang untuk mempelajari dan meneliti ilmu pengetahuan,
lebih nikmat bagiku dibandingkan bersenda gurau dan bersenang-senang dengan wanita cantik
Aku bergerak kesana-kemari untuk memecahkan masalah ilmu pengetahuan,
lebih enak dan lebih menarik seleraku dibandingkan hidangan lezat
(ungkapan Az-Zamakhsyari)


Mukmin penuh manfaat tidak menunggu dilihat orang lain baru bertindak, dalam kesendirian pun selalu berupaya memberi manfaat. Selain itu tidak menunggu orang lain 'tuk berbuat kebaikan terlebih dahulu, tapi berupaya mendahului.

Renungan,

*
Bila ada sampah, misalnya bungkus permen di dalam masjid, dengan senang hati kita memungut dan membuangnya di tempat sampah. Namun, jika bungkus permen itu ada di ruang kelas atau kantor, mengapa sering kali kita malas 'tuk mengambilnya dengan dalih sudah ada petugas kebersihan? Apakah kebersihan hanya diperintahkan di dalam masjid? Ataukah kita baru bersemangat melakukannya bila dilihat oleh guru, atasan atau orang yang kita kita segani?

Mari kita ingat lagi, apakah nasihat bijak—bukan hadits Nabi saw.—yang diajarkan kepada kita seperti ini :

النَّظَافَةُ فىِ الْمَسْجِدِ مِنَ اْلإِيْمَان

Kebersihan di dalam masjid itu sebagian dari iman.

Ataukah :

النَّظَافَةُ مِنَ اْلإِيْمَانِ

Kebersihan itu sebagian dari iman.

*
Mengapa kita enggan antri dengan tertib? Mengapa dengan begitu santainya kita melanggar aturan lalu lintas? Bukankah hal itu membuat orang lain harus mengalah terus kepada kita? Bukankah itu berarti kita telah menghalangi jalan orang lain?

اُنْظُرْ مَا يُؤْذِي النَّاسَ فَاعْزِلْهُ عَنْ طَرِيْقِهِمْ

Lihatlah sesuatu yang menyakiti manusia, maka singkirkanlah dari jalan mereka. (HR Ahmad)

Mukmin penuh manfaat mendapat lebih banyak ganjaran karena amal yang dilakukan tidak hanya berguna untuk dirinya sendiri, tapi juga orang lain.


مَنْ مَشَى فِيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ كاَن َخَيْرًا لَهُ مِنِ اعْتِكَافٍ عَشْرَ سِنِيْنَ

Siapa berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, maka hal itu lebih baik baginya daripada i'tikaf selama sepuluh tahun. (HR Thabrani)

Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani, hadits tersebut termasuk dha‘if, tapi bukan dha‘if jiddan (sangat lemah), munkar, matrûk (semi palsu) apalagi mawdhû‘ (palsu). Para ulama berpendapat bahwa hadits dha‘if dengan derajat seperti hadits ini tetap boleh dijadikan pegangan asalkan tidak untuk masalah aqidah dan hukum syariah. Wallâhu a‘lam.

Sebagaimana penjabaran mukmin kuat, deskripsi mukmin penuh manfaat juga begitu banyak. Mari kita tambahkan sesuai spesifikasi teknis kita masing-masing.

Mukmin penuh manfaat . . .

Mukmin penuh manfaat . . .

Mukmin penuh manfaat . . .

Semoga Allah senantiasa memberi rahmat dan menolong kita sehingga bisa menjadi mukmin kuat dan bermanfaat, amin...

Daftar Pustaka :

* Maktabah Syamilah al-Ishdâr ats-Tsâniy
* Mushthafa as Siba'i, Dr, “Akhlâqunâ al Ijtimâ‘iyyah (Etika Sosial Islam) – diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al Kattani”, Darus Salam Kairo, Cetakan: I/1998 M – 1418 H
* Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
* http://media.isnet.org/islam/Etc/EtikaSosial.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar