Selasa, 24 Maret 2009

Meraih Keberkahan Hidup

Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya.

Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.
Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS 7:96).

Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.

Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk.

Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73).

Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).

Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31).

Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: Demi masa.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS 103:1-3).

Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (92:1-7).

Kunci Keberkahan
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.

Iman dan Taqwa Yang Benar.
Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102).

Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.

Berpedoman kepada Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).

Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.

Sumber data : Drs. H. Ahmad Yani
email: ayani@indosat.net.id)

Meraih Keberkahan Hidup

Meraih Keberkahan Hidup

Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya.

Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.
Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS 7:96).

Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.

Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk.

Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73).

Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).

Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31).

Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: Demi masa.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS 103:1-3).

Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (92:1-7).

Kunci Keberkahan
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.

Iman dan Taqwa Yang Benar.
Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102).

Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.

Berpedoman kepada Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).

Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.

Sumber data : Drs. H. Ahmad Yani
email: ayani@indosat.net.id)

Al-Jailani (Sulthanul Auliya)

isi : jum"at : 044/I/2008
Nasihat Al-Jailani (Sulthanul Auliya) Kepada Penguasa zalim

Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "Ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik (QS Al-Isra : 23)

Selayang pandang tentang Al-Jailani

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (selanjutnya penulis sebut Al-jailani), adalah ulama besar yang terkenal sebagai Sulthanul Auliya", Silsilah nasabnya, baik dari pihak ibu maupun bapak, bersambung kepada Nabi Muhammad saw. Beliau lahir pada tanggal 1 Ramadhan 471 H/1077 M di sebuah desa bernama Jailan Tabaristan. Dilahirkan oleh ibunya (Syarifah Fathimah) saat bersusia 60 tahun. Nama belakang Al-Jailani diambil dari desa tempat kelahiran beliau. Menurut DR. As-Sayyid Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Naqwi, Al-Jilani menetap di Baqhdad (Irak) selama 37 tahun pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Sebagian tabib ahli jiwa di Baqdad pada masa itu mengatakan : selama Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menetap di Baghdad empat puluh tahun, di Baghdad tidak pernah terjadi seorang pun yang menderita sakit jiwa, tetapi setelah beliau wafat, berjangkitlah penyakit jiwa itu.

Al-Jailani Seorang Penentang Kezaliman Penguasa

Al-Jailani adalah seorang yang paling tidak percaya dan paling benci terhadap para "ulama gedongan" dan "ulama resmi" (ulama pemerintah). menurut Al-Jailani, mereka adalah orang-orang yang menjadi milik para raja dan pemimpin-pemimpin pemerintah. Ibnu Katsir mengatakan, al-Jailani adalah seorang penyeru pada yang ma"ruf dan pencegah pada yang mungkar terutama ditujukan kepada para khalifah, menteri, sultan, pemutus hukum maupun masyarakat, baik yang sipil maupun militer. Dalam kitab Qalaidul Jawahir dijelaskan, ketika Al-Muqtafi liamrillah melimpahkan kuasa pemerintahannya kepada Al-Qadhi Abil Wafa" Yahya bin Said bin Yahya bin Mudhafar, terkenal dengan predikat anak zalim. Al-Jailani berpidato diatas mimbar : Tampaknya saat ini kaum muslimin telah diperintah oleh seorang pemimpin yang sangat aniaya, bagaimanakah pertanggung-jawabannya nanti di hadapan Allah, Tuhan seru sekalia alam, Dzat Rahman dan Rahim? Mendengar pidato beliau, sang khalifah pun gemetar dan menangis hingga akhirnya ia mnegubah sikap dan menjadi seorang yang menyibukkan waktu untuk ber-uzlah.

Selain penentang kezaliman penguasa, beliau juga banyak memberikan nasihat kepada penguasa-penguasa pada jamannya, meskipun beliau bukan ulama pemerintah. Syekh Abdullah Al-Mushally menceritakan : Sesungguhnya ada seorang raja Al-Mustanjid billah yaitu Abul Mudhaffar Yusuf datang menghadap Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (Qaddasahullahu Sirrahu) lalu ia mengucapkan salam kepada beliau dan memohon kepada beliau untuk dinasihati dengan membawa sepuluh kantong penuh berisi uang yang dibawa oleh sepuluh pembantunya (untuk hadiah beliau), tetapi beliau menolaknya, maka raja itu merasa kecewa dan memaksa beliau agar sudi menerimanya. Lalu beliau mengambil dua kantong yang paling baik dan memerasnya sehingga mengalirlah darah. Kemudian beliau menasihati kepada raja : apakah engkau tidak malu kepada Allah swt. memeras darah rakyat yang kemudian engkau serahkan kepada saya dan memaksa untuk menerimanya? Seketika itu raja pingsan. Beliau pun berkata : Demi kemuliaan Dzat yang berhak disembah, seandainya saya tidakmenghormati nasabnya yang bersambung dengan Rasulullah saw. pasti saya biarkan darah itu mengalir terus sampai ke rumahnya.

diceritakan pula, suatu ketika Syekh Abdullah Al-Mushally menyaksikan raja Abul Mudhaffar Yusuf berada di depan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Raja berkata kepada beliau: Saya ingin melihat sesuatu dari "keramahan" untuk menenangkan hati saya. Beliau (Al_Jailani) pun bertanya: Apa yang engkau kehendaki? Jawab raja : Saya menginginkan buah apel dari alam ghaib. Padahal di Irak pada waktu itu belum musim apel. Maka Al-Jailani menjulurkan tangannya ke udara, tiba - tiba di tangan beliau ada dua buah apel, yang satu diberikan kepada raja, satunya lagi beliau pegang. Kemudian beliau memecah apel yang ada di tangan beliau, tampaklah apel itu warnanya putih bersih, baunya harum bagaikan kasturi. Raja pun memecah apel yang diberikan beliau satunya, namun apel itu penuh dengan ulat. kata raja, mengapa begini? Al-Jailani pun berkata: apabila ada di tangan orang zalim, apel ini akan mengeluarkan ulat sebagaimana yang engkau lihat, sedangkan bila berada ditangan kekasih Allah, apel ini menjadi harum.

Diceritakan pula, bahwa beliau tidak mau mengagungkan orang kaya (sabda Nabi: man tawadhdha"a li ghaniyyin dzahaba tsulutsan diinihi; barangsiapa yang merendahkan diri kepada orang kaya karena kekayaannya, hilanglah duapertiga agamanya) dan berdiri karena datangnya orang-orang yang mempunyai kedudukan Malah, pernah beliau melihat seorang raja bermaksud menemuinya, ketika beliau sedang duduk, kemudian beliau tinggalkan lalu masuk ke kamar beliau. Lalu beliau keluar lagi untuk menemui khalifah (raja) setelah raja duduk. Beliau tidak mau berdiri di depan pintu-pintu raja atau menteri dan juga tidak mau menerima hadiah dari raja sampai sang raja menggerutu karena beliau tak mau menerima pemberian hadiahnya. Kepada raja beliau berkata: Bawalah sendiri hadiah itu ke sini. raja pun menurutinya. Tiba-tiba di dalam apel itu penuh darah dan nanah. Beliau berkata kepada raja: Mengapa raja selalu mencemooh dan melecehkan saya, padahal saya tidak mau memakan buah apel ini karena seluruhnya penuh darah manusia. Seketika itu, sang raja bertobat dan minta maaf kepada beliau, dan selanjutnya raja sering mengunjungi beliau untuk memohon nasihat sampai beliau wafat.

Al-Jailani Seorang Pembenci Dunia (Harta) yang Menetap di Hati Manusia

Al-Jailani tidaklah membenci seseorang yang memiliki harta kekayaan, melainkan beliau hanya berpaling dari perasaan untuk menguasai dunia, sebab hal itu menyebabkan hati tidak dapat dikalahkan. Dalam suatu pengajian, beliau mengatakan bahwa dalam kehidupan manusia terdapat orang-orang yang menguasai dunia, tetapi ia tidak mencintainya. Ia memilikinya tetapi ia tidak memiliki dunia. Dunia tidak dapat memusuhinya, tetapi ia malah dapat memusuhinya. dunia melayani dirinya, tetapi ia tidak sampai jatuh menjadi pelayan dunia. Ia dapat menceraikan diri dari dunia, tetapi dunia tidak mampu mencerai beraikan dirinya. Sesungguhnya, hati orang seperti ini sangat bagus dan suci terhadap Allah Azza wa Jalla. Dunia tidaklah mungkin mampu membawa pengaruh kerusakannya Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terhadap dunia, ia sesuka hati dapat menguasainya. Akan tetapi sebaliknya ia sama sekali tidak dapat dikuasai dunia. Inilah realitas sabda Nabi Muhammad saw : Nikmatnya harta yang baik itu bilamana dipegang oleh manusia-manusia yang baik pula. Bagi Al-Jailani, beliau tidak memusuhi adanya harta benda di dalam rumah ataupun peti-peti penyimpanan, tetapi ia membenci adanya dunia yang menetap di hati. Dibolehkan kepadamu menggunakan harta di hadapan Tuhan, tetapi janganlah engkau membiarkannya masuk melalui jalan belakang. Itu tidak akan membawa kemuliaan bagimu. Demikianlah sosok Al-Jailani hamba Allah yangs ederhana dan patut menjadi acuan dalam kehidupan kita sehari-hari.

** Ditulis untuk buletin Da"wah "Al-Khair" UNISSULA. Disarikan dari KH. Habib Abdullah Zakiy Al_Kaaf (penyadur;2003) dalam Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Perjalanan Spiritual Sulthanul Auliya.
Drs. Ahmad Rohani HM, M.Pd , 4 January 2008

Renungan Fithrah Manusia

Puji kepada-Nya selalu. Sumber Segala Yang Wujud di milyunan alam. Alam material maupun immaterial. Lahiriah maupun ruhaniah.

Puji kepada-Nya selalu. Sumber segenap Cahaya Rahmat dan Kesempurnaan. Yang Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Dari keseluruhannya, dari sebagiannya maupun dari zarrah-zarrah terkecilnya maupun yang ada di balik itu semua

Puji kepada-Nya selalu. Yang kekuatan-Nya mengaliri Segala. Sehingga tampak langit-langit material tanpa tiang, dan adakah pula tiang yang terlihat bagi langit-langit Ruhaniah.

Puji kepada-Nya selalu. Yang memancarkan dari Wujud-Nya yang Kekal Mewangi, Ruh ke dalam tubuh-tubuh mahalemah dari tanah dan air yang nista ini. Sehingga segala yang ada di tujuh lapisan langit keberadaan ini senantiasa menyampaikan Shawalat dan Salam kepada Junjungan Kita, Insan-Kamil, Manusia Sempurna, Muhammad (SAWW), dan betapa para malaikat harus bersujud kepada Kakek Kita YM, Nabi Adam (a.s).

Puji kepada-Nya selalu. Yang memuliakan Bani Adam dengan Amanah Suci. Yang tidak mampu ditanggung oleh langit dan bumi…Yang menunjukkan jalan-Nya kepada Bani Adam untuk melaksanakan amanah ini dengan Nabi dan Risalah Yang Terang, dan dengan hati yang bagaikan cermin jernih menangkap Cahaya dari para Nabi dan Wali-Wali-Nya.

Maha Suci Nama-Mu, Duhai Tuhan Pujaan hati-ku. Duhai Tuhan Sari Cinta-ku. Duhai Tuhan segala ruang dan segala waktu. Duhai Tuhan segala imajinasi dan yang nyata.

Maha Suci Nama-Mu, dari apa yang aku sifatkan. Karena sungguh seluruh keterbatasan diriku yang mahalemah ini niscaya mensifatkan sesuatu yang terbatas, dan Maha Suci Engkau. Engkau-lah Wujud Sempurna Tiada Berbatas. Lautan Agung Kesempurnaan Tiada Tara Yang Tunggal dalam KesendirianMu Yang Abadi.

Pena Penciptaan menorehkan satu tujuan yang jelas bagi pencipataan jin dan manusia. Beribadah kepada-Nya. Beribadah kepada Yang Maha Agung. Beribadah dengan sepenuh hakikat diri kita kepada-Nya. Tuhan telah menciptakan jin dan manusia kita untuk beribadah kepada-Nya.

Maka dalam diri manusia ada sesuatu hasrat abadi untuk mengagungkan sesuatu dan menuhankannya. Memuliakan sesuatu dan memujinya tiada berbatas. Menalikan dirinya pada sesuatu yang kokoh dan menggantungkan nasibnya pada sesuatu ini. Ini adalah beberapa dari unsur-unsur yang substansial dalam ibadah. Beribadah kepada Tuhan adalah substansial dan essensial dalam diri manusia. Tidak aksidental dan additional. Beribadah kepada Tuhan adalah keniscayaan penciptaan suatu kemestian yang dilakukan manusia bukan keharusan.

Karena itu jika hati manusia di suatu saat tidak mengakui Tuhan Allah (SWT), Tuhan Yang Sebenarnya, maka pasti hatinya tertaut pada tuhan-tuhan selain Allah. Atau manakala hati sedang melupakan Tuhan, pasti ada tuhan-tuhan lain yang diingat selain Allah. Apakah itu harga. Apakah itu kedudukan. Apakah itu anak. Apakah itu istri. Apakah itu hasil karya. Apakah itu partai. Apakah itu mobil. Apakah itu keinginan-keinginan nafsunya yang lain.

Bayangkan ada seorang Romeo yang tengah merindukan Julietnya yang tak kunjung tiba. Lentik alis dan kecantikan Juliet yang tiada banding tentu membayanginya setiap saat setiap waktu. Mengganggu hati yang tentram. Menggundahkan sukma. Mencairkan wadah-wadah airmata hati.

Betapa mungkin seorang beriman melupakan TuhanNya, sedang ia menyaksikan kebesaran TuhanNya setiap saat dan setiap waktu di seluruh ufuk dan cakrawala alam maupun jiwa. Dan ia tahu dengan sebenar-benarnya pengetahuan bahwa Tuhan-lah sumber seluruh kecantikan wanita yang tercantik maupun bidadari surgawi, sumber keindahan semua keindahan, sumbe kasih semua yang mengasihi. Ia tahu bahwa Ia lah yang Maha Indah, MahaAgung, MahaCantik (Al-Jamiil), MahaKasih,….Betapa mungkin seorang berimana menegasikan satu interval pendek waktu hidupnya dengan hati yang lupa kepadaNya?

Yaa, sungguh hanya dengan berdzikir pada Allah-lah, hati menjadi tentram. Sebagaimana bayi dicipta untuk merintih kehausan, maka tatkala ia menemukan tetek ibunya kembalilah ia dalam ketentraman. Begitu pula fitrah manusia senantiasa merindukan Nama-Nama Allah.
Marilah kita akhiri acara ini dengan doa bersama;

Yaa Allah, sungguh kami adalah hambamu yang dhoif, hina dan terhina, yang fakir dan miskin dihadapanMu.
Yaa Allah, duhai Tuanku, duhai Kecintaanku, dan DambaanKu
Sungguh hati kami telah bertabir
Dan jiwa kami berkekurangan
dan Akal kami tertipu
dan hawa nafsu kami telah menipu
dan ketaatanku kepadaMu sedikit
dan kemaksiatanku banyak
dan kini lisanku mengakui semua dosaku ini
Maka bagaimanakah dengan seluruh keadaanku ini,
Duhai Yang Menutupi Semua Keburukan
Dan Duhai Yang Mengetahui Semua Yang Ghaib
Dan Duhai Yang Menyingkapkan Semua Kesulitan
Ampunilah dosa-dosa ku Seluruhnya
Dengan kehormatan Muhammad dan Keluarga Muhammad
Wahai Yang Maha Pengampun-
Wahai Yang Maha Pengampun-
Wahai Yang Maha Pengampun-
Dengan rahmatMu, Duhai Yang Paling Pengasih dari semua yang pengasih.

Allahumma sholli ‘ala Muhammadin, wa aali Muhammad.

4 waktu yang tidak boleh disia-siakan

4 waktu yang tidak boleh disia-siakan, yaitu:

• Waktu untuk bermunajat

Setiap saat, bahkan saat mau tidur pun disunnahkan bertasbih, berzikir atau membaca Kalamullah. Bila kita tertidur saat kita sedang bermunajat, insya Allah kita dianggap sedang berdoa selama kita tidur, subhanallah.

• Waktu untuk meminta maaf dan berterima kasih

Tanpa pernah tahu kapan kepulangan kita ke Illahi Robbi, manfaatkan waktu yang ada untuk meminta maaf atas segala kesalahan kita dan berterima kasih kepada siapa-siapa yang telah membantu kita dalam hal apapun. Terutama bagi yang masih memiliki orang tua, sekarang juga kirim doa dan hubungi mereka, ucapkan maaf dan terima kasih atas segala yang telah mereka lakukan kepada kita.

• Waktu untuk mengevaluasi diri

Bertafakur, mengingat-ingat kembali dosa yang pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya kembali adalah perbuatan terpuji.

Kadang dengan seringnya kita mengevaluasi diri kita, apa-apa yang menjadi kekurangan maupun kelebihan dalam hidup ini, dapat menjadikan modal yang berharga untuk masa depan.

• Waktu untuk beramal sholeh

Tidak perlu menunggu tanggal gajian, seberapapun yang kita miliki saat melihat ada yang sedang membutuhkan, mari ulurkan tangan. Allah akan melihat sekecil apapun amal ibadah kita dan akan menggantinya berlipat ganda apabila keikhlasan ada dibalik perbuatan kita membantu sesama.
Admi

Ketika Usia Kita Makin Dewasa

Ketika Usia Kita Makin Dewasa

قال رب أوزعني أن أشكر نعمتك التي أنعمت علي وعلى والدي وأن أعمل صالحا ترضه وأصلح لي في ذريتي إني تبت إليك وإني من المسلمين (الأ حقاف:15)

“Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu-bapakku, serta untuk mengerjakan amal sholeh yang Engaku ridhoi, berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak-cucuku. Sungguh aku bertobat kepada-Mu, dan sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri.” al-Ahqaf (QS 46:15)

Ayat di atas adalah do’a kesadaran akan hakikat hidup yang diajarkan Allah kepada manusia bila mencapai umur 40-an tahun.

Inilah do’a sarat makna yang penuh keterbukaan dan kesadaran akan peran masa lalu (orang tua), masa kini (diri kita sendiri), dan harapan masa depan (anak-cucu). Inilah do’a keselamatan setelah menjalani hidup hingga cukup bekal pengalaman serta berkesempatan untuk menata ulang setelah melihat tantangan proyeksi dirinya di masa depan. Inilah do’a penuh permohonan, penuh kesyukuran, dan penuh pertobatan yang perlu dilantunkan secara khusyuk, intim, dan sepenuh jiwa oleh siapa pun yang punya kesadaran akan umur, posisi, peran, peluang, serta hakikat kehidupannya.

Sungguh ketika seseorang menapaki usia yang ke-40 telah sampailah ia pada fase kearifan hidup. Puncak fase fisik sudah dilampauinya, simpang jalan kehidupan sudah diketahuinya, derita dan bahagia sudah dialaminya, serta jalur, rambu, dan lapis-lapis kehidupan sudah transparan bagi mata batinnya.

Pada usia ini, seseorang sudah bisa mengukur secara tepat kekuatan dan kelemahan dirinya, tinggallah kemudian mana pilihan jalan yang akan diteruskanya. Persoalan kehidupan sudah semakin kelihatan berat dan bukan lagi fase fisik, bukan lagi fase coba-coba, melainkan fase kearifan hidup.

Ahli tafsir ada yang menyebutkan bahwa do’a seperti pada ayat di atas diucapkan oleh Abu Bakar As-Shidiq ra ketika kedua orangtuanya menyatakan masuk Islam. Dan, do’a itu masih dilantunkannya setiap hari hingga seluruh anggota keluarga Abu Bakar yang lain masuk Islam.

Sedangkan oleh Talhah bin Masyraf kepada Abu Ma’syar ketika dia mengadukan kenakalan anaknya agar anaknya menjadi orang-orang sholeh dan sholehah.

Dua kata kunci pada do’a ini adalah ‘syukur’ dan ‘taubat’. Hakikat syukur adalah penegasan pengakuan diri akan nikmat yang telah diterimanya serta ungkapan rasa terima kasih kepada Allah atas segala kebaikan-Nya. Sementara inti tobat adalah saling ‘berbuat kebaikan’ antara manusia dengan Allah. Dimulai dari manusia yang ‘berbuat kebaikan’ dengan penyesalan kemudian dibalas oleh Allah ‘berbuat kebaikan’ dengan pengampunan dan pemberian rahmat-Nya serta manusia bertobat lantas Allah mengampuninya. Inilah hubungan mesra dan bermakna hakiki antara mahluk dan kholik.

Di zaman yang serba mengkhawatirkan seperti sekarang ini, ketika tantangan dan godaan hidup tidak lagi ringan, sudah selayaknya kita lakukan ikhtiar batin dengan berdo’a dan munajat selain ikhtiar lahir dengan fisik dan pikiran.

Insya Allah dengan laku syukur dan laku taubat, seluruh keluarga kita bisa selamat meniti jalan kehidupan, menapak duniawi sehingga bisa mencapai khusunul khotimah. Amin.

Pada akhirnya, mari bersama kita renungkan perjalanan kita di persinggahan ini. Hari berganti hari. Berganti hari, berarti kian dekat pada saat akhir hidup kita. Di dunia ini kita hanya mampir.

Bukankah sudah banyak orang yang hidup sebelum kita, yang kini mereka kembali ke asal, menjadi tulang belulang.

Di depan kita, sudah banyak generasi muda yang kini hidup untuk menggantikan kita. Lalu kita mau ke mana, mau ke mana, kita pasti mati, mati adalah tempat mutasi kita yang terakhir. Kita pasti akan mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan. Sebanyak apa pun harta yang kita miliki tak akan bisa menolak kematian kita. Sehebat apa pun kekuasaan yang kita genggam, tak akan bisa menghalau kematian walau satu detik, walau kita kuat dan perkasa.
Ustadz Shahid Tajuddin , 8 September 2007

Mangkuk Yang Cantik, Madu dan Sehelai Rambut

Mangkuk Yang Cantik, Madu dan Sehelai Rambut

Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar ra., Umar ra., Utsman ra., dan ‘Ali ra., bertamu ke rumah Ali ra. Di rumah Ali ra. istrinya Sayidatina Fathimah rha. putri Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).

Abubakar ra. berkata, “Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut”.

Umar ra. berkata, “Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

Utsman ra. berkata, “Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber’amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

‘Ali ra. berkata, “Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

Fatimah rha. berkata, “Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

Rasulullah SAW berkata, “Seorang yang mendapat taufiq untuk ber’amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber’amal dengan ‘amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat ‘amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

Malaikat Jibril AS berkata, “Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

Allah SWT berfirman, “Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
[Sahabat Nabi, Last Revised : Ahad, 7 Maret 2005]
Bisa Jadi Kamu Membenci Sesuatu Namun Itu Baik Buatmu

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Dalam ayat ini ada beberapa hikmah dan rahasia serta maslahat untuk seorang hamba. Karena sesungguhnya jika seorang hamba tahu bahwa sesuatu yang dibenci itu terkadang membawa sesuatu yang disukai, sebagaimana yang disukai terkadang membawa sesuatu yang dibenci, iapun tidak akan merasa aman untuk tertimpa sesuatu yang mencelakakan menyertai sesuatu yang menyenangkan.

Dan iapun tidak akan putus asa untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan menyertai sesuatu yang mencelakakan. Ia tidak tahu akibat suatu perkara, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta"ala mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh hamba. Dan ini menumbuhkan pada diri hamba beberapa hal:

1. Bahwa tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba daripada melakukan perintah Allah Subhanahu wa Ta"ala, walaupun di awalnya terasa berat. Karena seluruh akibatnya adalah kebaikan dan menyenangkan, serta kenikmatan-kenikmatan dan kebahagiaan. Walaupun jiwanya benci, akan tetapi hal itu akan lebih baik dan bermanfaat.

Demikian pula, tidak ada yang lebih mencelakakan dia daripada melakukan larangan, walaupun jiwanya cenderung dan condong kepadanya. Karena semua akibatnya adalah penderitaan, kesedihan, kejelekan, dan berbagai musibah.

Ciri khas orang yang berakal sehat, ia akan bersabar dengan penderitaan sesaat, yang akan berbuah kenikmatan yang besar dan kebaikan yang banyak. Dan ia akan menahan diri dari kenikmatan sesaat yang mengakibatkan kepedihan yang besar dan penderitaan yang berlarut-larut.

Adapun pandangan orang yang bodoh itu (dangkal), sehingga ia tidak akan melampaui permukaan dan tidak akan sampai kepada ujung akibatnya. Sementara orang yang berakal lagi cerdas akan senantiasa melihat kepada puncak akibat sesuatu yang berada di balik tirai permukaannya. Iapun akan melihat apa yang di balik tirai tersebut berupa akibat-akibat yang baik ataupun yang jelek.

Sehingga ia memandang suatu larangan itu bagai makanan lezat yang telah tercampur dengan racun yang mematikan. Setiap kali kelezatannya menggodanya untuk memakannya, maka racunnya menghalanginya (untuk memakannya). Ia juga memandang perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta"ala bagai obat yang pahit rasanya, namun mengantarkan kepada kesembuhan dan kesehatan. Maka, setiap kali kebenciannya terhadap rasa (pahit)nya menghalanginya untuk mengonsumsinya, manfaatnyapun akan memerintahkannya untuk mengonsumsinya.

Akan tetapi, itu semua memerlukan ilmu yang lebih, yang dengannya ia akan mengetahui akibat dari sesuatu. Juga memerlukan kesabaran yang kuat, yang mengokohkan dirinya untuk memikul beban perjalanannya, demi mendapatkan apa yang dia harapkan di pengujung jalan. Kalau ia kehilangan ilmu yang yakin dan kesabaran maka ia akan terhambat dari memperolehnya. Tetapi bila ilmu yakinnya dan kesabarannya kuat, maka ringan baginya segala beban yang ia pikul dalam rangka memperoleh kebaikan yang langgeng dan kenikmatan yang abadi.

2. Di antara rahasia ayat ini bahwa ayat ini menghendaki seorang hamba untuk menyerahkan urusan kepada Dzat yang mengetahui akibat segala perkara serta ridha dengan apa yang Ia pilihkan dan takdirkan untuknya, karena dia mengharapkan dari-Nya akibat-akibat yang baik.

3. Bahwa seorang hamba tidak boleh memiliki suatu pandangan yang mendahului keputusan Allah Subhanahu wa Ta"ala, atau memilih sesuatu yang tidak Allah Subhanahu wa Ta"ala pilih serta memohon-Nya sesuatu yang ia tidak mengetahuinya. Karena barangkali di situlah kecelakaan dan kebinasaannya, sementara ia tidak mengetahuinya. Sehingga janganlah ia memilih sesuatu mendahului pilihan-Nya. Bahkan semestinya ia memohon kepada-Nya pilihan-Nya yang baik untuk dirinya serta memohon-Nya agar menjadikan dirinya ridha dengan pilihan-Nya. Karena tidak ada yang lebih bermanfaat untuknya daripada hal ini.

4. Bahwa bila seorang hamba menyerahkan urusan kepada Rabbnya serta ridha dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta"ala pilihkan untuk dirinya, Allah Subhanahu wa Ta"ala pun akan mengirimkan bantuan-Nya kepadanya untuk melakukan apa yang Allah Subhanahu wa Ta"ala pilihkan, berupa kekuatan dan tekad serta kesabaran. Juga, Allah Subhanahu wa Ta"ala akan palingkan darinya segala yang memalingkannya darinya, di mana hal itu menjadi penghalang pilihan hamba tersebut untuk dirinya. Allah Subhanahu wa Ta"ala pun akan memperlihatkan kepadanya akibat-akibat baik pilihan-Nya untuk dirinya, yang ia tidak akan mampu mencapainya walaupun sebagian dari apa yang dia lihat pada pilihannya untuk dirinya.

5. Di antara hikmah ayat ini, bahwa ayat ini membuat lega hamba dari berbagai pikiran yang meletihkan pada berbagai macam pilihan. Juga melegakan kalbunya dari perhitungan-perhitungan dan rencana-rencananya, yang ia terus-menerus naik turun pada tebing-tebingnya. Namun demikian, iapun tidak mampu keluar atau lepas dari apa yang Allah Subhanahu wa Ta"ala telah taqdirkan. Seandainya ia ridha dengan pilihan Allah Subhanahu wa Ta"ala maka takdir akan menghampirinya dalam keadaan ia terpuji dan tersyukuri serta terkasihi oleh Allah Subhanahu wa Ta"ala. Bila tidak, maka taqdir tetap akan berjalan padanya dalam keadaan ia tercela dan tidak mendapatkan kasih sayang-Nya karena ia bersama pilihannya sendiri. Dan ketika seorang hamba tepat dalam menyerahkan urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta"ala dan ridhanya kepada-Nya, ia akan diapit oleh kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya dalam menjalani taqdir ini. Sehingga ia berada di antara kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Kasih sayang-Nya melindunginya dari apa yang ia khawatirkan, dan kelembutan-Nya membuatnya merasa ringan dalam menjalani taqdir-Nya.

Bila taqdir itu terlaksana pada seorang hamba, maka di antara sebab kuatnya tekanan taqdir itu pada dirinya adalah usahanya untuk menolaknya. Sehingga bila demikian, tiada yang lebih bermanfaat baginya daripada berserah diri dan melemparkan dirinya di hadapan taqdir dalam keadaan terkapar, seolah sebuah mayat. Dan sesungguhnya binatang buas itu tidak akan rela memakan mayat.

(Diterjemahkan oleh Qomar ZA dari buku Al-Fawa`id hal. 153-155)
Carilah Hatimu di 3 Tempat,
Ketika membaca Al-Quran, di majelis-majelis dzikir, di waktu-waktu khalwat. Jika kamu tidak mendapatkannya di tiga tempat tersebut, mintalah kepada Allah agar Dia memberimu hati karena sesungguhnya engkau tidak memiliki hati.
Kedahsyatan Sedekah

Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala, dan melipatgandakan rezeki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Suatu hari datanglah dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita tentang sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bus antarkota, beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan, bus yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua akhwat itulah yang selamat dengan tidak terluka sedikit pun.

Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya waktu itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafadzkan zikir. Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, inilah sebagian dari keutamaan bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya pada saat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka. ALLAH adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang hampir setiap desah napas selalu membangkang perintah-Nya, Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira. Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, pasti akan kembali kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada di genggaman kita.

Demi Allah, semuanya datang dari Allah yang Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh keikhlasan. Kemudian kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak. Dari pengalaman kongkret kedua akhwat di atas, dengan penuh keyakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya. Boleh jadi, inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan sedekah. Saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, bahwa perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji.

Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. Al-Baqarah: 261). Seruan Rasul itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya Rasulullah, harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah". "Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah SAW. Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya Rasul, saya akan melengkapi (menyumbang) peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.

Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam. Kenapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan untuk bersedekah? Tiada lain karena mereka yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Sedekah adalah penyubur pahala, penolak bala, dan pelipat ganda rezeki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!

Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Rasul sendiri membuat perbandingan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?".

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi".
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebihkuat dari pada besi?".
Allah menjawab, "Ada, yaitu api".
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat
dari pada api?".
Allah menjawab, "Ada, yaitu air".
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?," tanya para malaikat.
Allah pun menjawab, "Ada, yaitu angin".
Akhirnya para malaikat bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?".
Allah yang Mahagagah menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya"."

Wallahu a"lam bish-shawab.


Sumber : KH Abdullah Gymnastiar, http://republika.co.id

Kata-Kata Hikmah

Kata-Kata Hikmah

"1) Jangan sekali-kali kita meremehkan sesuatu perbuatan baik walaupun
hanya sekadar senyuman.

2) Dunia ini umpama lautan yg luas. Kita adalah kapal yg belayar di
lautan telah ramai kapal karam didalamnya.. andai muatan kita adalah
iman, dan layarnya takwa, nescaya kita akan selamat dari tersesat di
lautan hidup ini.

3) Hidup tak selalunya indah tapi yang indah itu tetap hidup dalam
kenangan.

4) Setiap yang kita lakukan biarlah jujur kerana kejujuran itu telalu
penting dalam sebuah kehidupan. Tanpa kejujuran hidup sentiasa menjadi
mainan orang.

5) Hati yg terluka umpama besi bengkok walau diketuk sukar kembali
kepada bentuk asalnya.

6) Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi. Dalam kemiskinan harta ada
kekayaan jiwa. Dalam kesempitan hidup ada kekuasaan ilmu.

7) Ikhlaslah menjadi diri sendiri agar hidup penuh dengan ketenangan dan
keamanan. Hidup tanpa pegangan ibarat buih-buih sabun. Bila-bila masa ia
akan pecah.

8) Kegagalan dalam kemuliaan lebih baik daripada kejayaan dalam
kehinaan. Memberi sedikit dengan ikhlas pula lebih mulia dari memberi dengan
banyak tapi diiringi dengan riak.

9) Tidak ada insan suci yang tidak mempunyai masa lampau dan tidak ada
insan yang berdosa yang tidak mempunyai masa depan.

10) Kata-kata yang lembut dapat melembutkan hati yang lebih keras dari
batu.Tetapi kata-kata yang kasar dapat mengasarkan hati yang lunak seperti
sutera.

11) Lidah yang panjangnya tiga inci boleh membunuh manusia yang
tingginya enam kaki.

12) Agama tidak pernah mengecewakan manusia. Tetapi manusia yang selalu
mengecewakan agama.

13) Nafsu mengatakan perempuan itu cantik atas dasar rupanya. Akal
mengatakan perempuan itu cantik atas dasar ilmu dan kepintarannya. Dan
hati mengatakan perempuan itu cantik atas dasar akhlaknya.

14) Keikhlasan itu umpama seekor semut hitam di atas batu yang hitam di
malam yang amat kelam. Ianya wujud tapi amat sukar dilihat.

15) Hidup memerlukan pengorbananan. Pengorbanan memerlukan perjuangan.
Perjuangan memerlukan ketabahan. Ketabahan memerlukan keyakinan.
Keyakinan pula menentukan kejayaan. Kejayaan pula akan menentukan
kebahagiaan.

16) Seseorang yang bijak melahirkan kata-kata selalunya disanjung
sehingga ia mula bercakap kosong

17) Harta akan habis digunakan tanpa ilmu tetapi sebaliknya ilmu akan
berkembang jika ianya digunakan.

18) Kekayaan bukanlah satu dosa dan kecantikan bukanlah satu kesalahan.
Oleh itu jika anda memiliki kedua-duanya janganlah anda lupa pada Yang Maha
Berkuasa.

19) Sahabat yang tidak jujur ibarat dapur yang berhampiran. Jikalau pun
kamu tidak terkena jelaganya sudah pasti akan terkena asapnya.

20) Mengapa manusia gemar mencetuskan pertelingkahan sedangkan manusia
itu sendiri dilahirkan dari sebuah kemesraan.

21) Kita sentiasa muda untuk melakukan dosa tetapi tidak pernah tua
untuk bertaubat.

22) Gantungkan azam dan semangatmu setinggi bintang di langit dan
rendahkan hatimu serendah mutiara di lautan.

23) Setiap mata yang tertutup belum bererti ia tidur. Setiap mata
terbuka belum bererti ia melihat.

24) Jadikan dirimu bagai pohon yang rendang di mana insan dapat
berteduh.
Jangan seperti pohon kering tempat sang pungguk melepas rindu dan hanya
layak dibuat kayu api.

25) Menulis sepuluh jilid buku mengenai falsafah lebih mudah daripada
melaksanakan sepotong pesanan.

26) Jangan menghina barang yang kecil kerana jarum yang kecil itu
kadang-kadang menumpahkan darah.

27) Kegembiraan ibarat semburan pewangi, pabila kita memakainya semua
akan dapat merasa keharumannya. Oleh itu berikanlah walau secebis
kegembiraan yang anda miliki itu kepada teman anda.

28) Esok pasti ada tetapi esok belum pasti untuk kita. Beringat-ingatlah
untuk menghadapi esok yang pastikan mendatang.

29) Reaksi emosi jangan dituruti kerana implikasinya tidak seperti yang
diimaginasi .

30) Sahabat yang beriman ibarat mentari yang menyinar. Sahabat yang
setia bagai pewangi yang mengharumkan. Sahabat sejati menjadi pendorong
impian. Sahabat berhati mulia membawa kita ke jalan Allah.

31) Orang yang bahagia itu akan selalu menyediakan waktu untuk membaca
kerana membaca itu sumber hikmah menyediakan waktu tertawa kerana
tertawa itu muziknya jiwa, menyediakan waktu untuk berfikir kerana
berfikir itu pokok kemajuan, menyediakan waktu untuk beramal kerana
beramal itu pangkal kejayaan, menyediakan waktu untuk bersenda kerana
bersenda itu akan membuat muda selalu dan menyediakan waktu beribadat kerana
beribadat itu adalah
ibu dari segala ketenangan jiwa.

32) Penglihatan itu sebagai panah iblis yang berbisa, maka siapa yang
mengelakkannya kerana takut padaKu, maka Aku akan menggantikannya dengan
iman yang dirasakan manisnya dalam hati...

33) "Wanita yang cantik tanpa peribadi yang mulia, umpama kaca mata yang
bersinar-bersinar, tetapi tidak melihat apa-apa"

34) "Kekecewaan mengajar kita erti kehidupan. Teruskan perjuangan kita
walaupun terpaksa menghadapi rintangan demi rintangan dalam hidup"

35) Tanda Orang Bijaksana Ialah Hatinya Selalu Berniat Suci; Lidahnya
Selalu Basah Dengan Zikrullah; Matanya Menangis Kerana Penyesalan
(Terhadap Dosa);

Sabar Terhadap Perkara Yang Dihadapi Dan Mengutamakan Akhirat Berbanding
Dunia.

36) Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika
kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan
dibalas kejahatan,

itu adalah zalim. Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan, itu adalah mulia
dan terpuji."

37) "Hidup umpama aiskrim. Nikmatilah ia sebelum cair"

38) "Kata-kata itu sebenarnya tidak mempunyai makna utk menjelaskan
perasaan. Manusia boleh membentuk seribu kata-kata, seribu bahasa. Tapi
kata-kata bukan bukti unggulnya perasaan"

39) "Hidup tidak boleh berpandukan perasaan hati yg kadangkala boleh
menjahanamkan diri sendiri. Perkara utama harus kita fikirkan ialah
menerima sesuatu atau membuat sesuatu dgn baik berlandaskan kenyataan"

40) "Hidup adalah gabungan antara bahagia dan derita. Ia adalah menguji
keteguhan iman seseorang. Malangnya bagi mereka yg hanya mengikut
kehendak hati tidak sanggup menerima penderitaan.

41) Hadiah Terbaik :
Kepada kawan - Kesetiaan
Kepada musuh - Kemaafan
Kepada ketua - Khidmat
Kepada yang muda - Contoh terbaik
Kepada yang tua - Hargai budi mereka dan kesetiaan.
Kepada pasangan - Cinta dan ketaatan
Kepada manusia - Kebebasan

42) "Berfikir secara rasional tanpa dipengaruhi oleh naluri atau emosi
merupakan satu cara menyelesaikan masalah yg paling berkesan"

43) "Hiduplah seperti lilin menerangi orang lain, janganlah hidup
seperti duri mencucuk diri dan menyakiti orang lain."

44) "Dunia ini ibarat pentas. Kita adalah pelakonnya. Maka
berlumba-lumbalah beramal supaya hidup bahagia di dunia dan akhirat"

45) "Akal itu menteri yang menasihati, Hati itu ialah raja yang
menentukan,

Harta itu satu tamu yang akan berangkat, kesenangan itu satu masa yang
ditinggalkan".

46) "Selemah-lemah manusia ialah orang yg tak boleh mencari sahabat dan
orang yang lebih lemah dari itu ialah orang yg mensia-siakan sahabat yg
telah dicari"

47) "Cakap sahabat yg jujur lebih besar harganya daripada harta benda yg
diwarisi dari nenek moyang"

48) "Ingatlah, sabar itu iman, duit bukan kawan, dunia hanya pinjaman
dan mati tak ber teman.."

49) "Lidahmu adalah bentengmu, jika e***** menjaganya maka ia akan
menjagamu, dan jika e***** membiarkannya maka ia tidak akan
mempedulikanmu"


50) "Orang yg paling berkuasa adalah orang yg dapat menguasai dirinya
sendiri"

51) "Seseorang menganggap sekatan sebagai batu penghalang, Sedangkan
orang lain menganggapnya sebagai batu lonjatan."

52) "Kalau kita melakukan semua yang kita upaya lakukan, sesungguhnya
kita akan terkejut dengan hasilnya."

53) "Kita selalu lupa atau jarang ingat apa yang kita miliki, tetapi
kita sering kali ingat apa yang ora ng lain ada."

54) "Apa yang diperolehi dalam hidup ini, adalah sepenuhnya daripada apa
yang kita berikan padanya."

55) "Fikirkan hal-hal yang paling hebat, Dan e***** akan menjadi
terhebat. Tetapkan akal pada hal tertinggi, Dan e***** akan mencapai yang
tertinggi."


56) "Dunia ini tiada jaminan melainkan satu peluang."

57) "Kehidupan kita di dunia ini tidak menjanjikan satu jaminan yang
berkekalan. Apa yang ada hanyalah percubaan, cabaran dan pelbagai
peluang.
Jaminan yang kekal abadi hanya dapat ditemui apabila kita kembali semula
ke pada Ilahi."

58) "Rahsia kejayaan hidup adalah persediaan manusia untuk menyambut
kesempatan yang menjelma."

59) "Kekuatan tidak datang dari kemampuan fizikal,tetapi ianya datang
dari semangat yang tidak pernah mengalah."

60) "Mengetahui perkara yang betul tidak memadai dan bermakna jika tidak
melakukan perkara yang betul."

61) "Kecemerlangan adalah hasil daripada sikap yang ingin sentiasa
melakukan yang terbaik."

62) "Jadikan sebagai aturan hidup untuk melakukan yang terbaik dalam apa
jua yang dilakukan, pasti akan menghasil kecemerlangan