Selasa, 28 Juli 2009

SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM Bag. I

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. 5. Almaaidah:49)

Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam dengan ajaran Islam yang dibawanya datang untuk memerintah manusia dengan wahyu yang diturunkan Allah Ta’ala. Seorang Nabi adalah seorang pemimpin yang mengatur rakyatnya dengan hidayah Allah. Kepemimpinan yang menunjukkan supremasi Dienullah atas aturan-aturan hidup yang lainnya. Ini telah dibuktikan dengan kepemimpinan Dawlah Islamiyah dimana Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam bertindak sebagai Imam dan sekaligus kepala negara.

Kepemimpinan Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam dilanjutkan oleh Sahabat-sahabat beliau. Para sahabat yang secara berturut-turut menggantikan fungsi Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam sebagai kepala negara mendapat jaminan boleh diikuti sepakterjangnya dalam sistem pemerintahan Islam. Nabi bersabda, “Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapatkan hidayah”.

Para ulama mengatakan bahwa khulafaur Rasyidun ada empat: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib Radliyallahu Anhum. Sebagian mereka mengatakan ada lima dengan menambah Umar bin Abdul Aziz Radliyallahu Anhu. Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam juga berkata,

“Khalifah sesudahku ada tigapuluh, kemudian sesudah itu kepemimpinan yang mengigit”

Para ulama berlainan pendapat dengan makna “tsalasin (tigapuluh)” . Ada yang mengatakan 30 tahun hijriyah ada yang mengartikan 30 orang Khalifah yang adil sampai hari kiamat. Sistem pemerintahan Islam dalam bentuk Khilafah telah mandeg sejak Tahun 1928 dengan Khalifah terakhir Sultan Abdul Hamid II dari Turki Othmani. Ini terjadi disebabkan kelalaian kaum muslimin sendiri.

Setelah berakhirnya masa khulafaur rasyidin sampai masa runtuhnya Khilafah Utsmaniyah tersebut telah terbentuk pula kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar di seluruh Dunia. Kekhilafahan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain dmenanungi kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar dis eluruih Dunia. Dakwah Islam menjadi sebab utama munculnya berbagai kerajaan itu. Di Indonesia pernah tegak kerajaan Perlak, Samudra Pasai, Pagaruyung, Palembang (Sumatera), Demak, Mataram, (Pulau Jawa), Pontianak, Pangkalan Bun, Banjar, Kutai (Kalimantan), Kesultanan Makassar dan Bone (Sulawesi), Kesultanan Ternate dan Tidore (Maluku), dan lain-lain. Para wali yang menyebarkan Islam di berbagai kepulauan Nusantara tidak hanya mengajarkan akidah, fikih, dan akhlak tetapi juga membangun masyarkat dan negara Islam. Mereka disebut Wali jamaknya awliya karena mereka adalah pemimpin-pemimpin negara yang menyampaikan dakwah Islam ke seluruh pelosok Nusantara…. Gelar mereka pun Sunan yang lebih tinggi derajatnya dari Sultan. Namun karena bentuknya yang kecil-kecil dan jauhnya hubungan kerajaan-kerajaan tersebut dengan pusat Khilafah semakin lama kerajaan-kerajaan itu semakin lemah sehingga satu persatu dapat ditaklukan oleh Penjajah.

Ketika perang kemerdekaan, kaum muslimin di Indonesia berdiri di front terdepan untuk membebaskan negerinya dari penjajah. Namun kondisi ummat Islam di dunia benar-benar berada dalam keadaan parah. Sementara itu masyarakat yang baru merdeka pada umumnya tyerkena euforia nasionalisme Barat…. Mereka mengatakan, “Kalau ingin maju tirulah barat (yang selama ini menjajah kita) dan tinggalkanlah agama”. Karena itu di dunia Islam sistem pemerintahan yang ada pada umumnya tidak mengacu pada sistem Islam. Kaum muslimin seolah-olah lebih percaya kepada selain ajaran Islam dan kaum muslimin untuk mengatur negeri ini.

Setelah runtuhnya Khilafah islamiyah berbagai upaya menegakkan kembali sistem ini dilakukan oleh para mujahid dakwah. Salahsatu yang mengambil jalan bertahap dan sistemik adalah Imam Syahid Hasan Albanna dengan gerakan dakwah Al Ikhwanul Muslimun. Beliau memiliki pandangan yang tajam dan terencana untuk membangun kembali kejayaan peradaban Islam. Mutiara pemikiran beliau yang terserak-serak tentang perbaikan pemerintahan akan kita sajikan kembali di sini dalam bentuk yang telah disesuaikan untuk keadaan sekarang.

Keharusan Ishlahul Hukumah

Ajaran Islam yang hanif ini mengharuskan pemerintahan yang diakui kaum muslimin tegak di atas kaidah sistem sosial yang telah digariskan oleh Allah untuk ummat manusia . Ia tidak menghendaki terjadinya kekacauan dan tidak membiarkan ummat Islam hidup tanpa pemimpin. Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam bersabda kepada sebagian sahabatnya,

Jika engkau berada di sebuah negeri yang tidak ada kepemimpinan di dalamnya, maka tinggalkanlah negeri itu”.

Pada hadits yang lain beliau juga bersabda kepada para sahabat,

“Dan jika kalian bertiga, maka hendaklah salah seorang (di antara kalian) memimpin”

Barangsiapa beranggapan bahwa agama- terlebih lagi Islam tidak mengungkap masalah politik atau bahwa politik tidak termasuk dalam agenda pembahasannya, maka sungguh ia telah menganiaya diri dan intelektualitasnya sendiri. Kita tidak mengatakan bahwa ia telah menganiaya Islam, karena Islam itu syariat Allah yang sama sekali tidak mengandung kebatiln baik di depan maupun belakangnya.

Sungguh indah kata-kata Imam Al Ghazaly, “Ketahuilah bahwa syariat itu fondasi, dan raja itu penjaganya. Sesuatu yang tidak ada fondasinya pasti akan hancur, dan sesuatu yang tidak ada penjaganya niscaya akan hilang”.

Dawlah Islamiyah tidak akan tegak kecuali bertumpu di atas fondasi dakwah, sehingga ia menjadi sebuah pemerintahan yang menghasung sebuah misi, bukan sekedar bagan struktur, dan bukan pula pemerintahan yang materialistis; yang gersang tanpa ruh di dalamnya. Demikian juga dakwah tidak akan tegak kecuali jika ada jaminan perlindungan yang akan menjaga, menyebarkan, dan mengiokohkannya.

Merupakan kesalah yang fatal ketika kita melupakan akar pemikiran ini, sehingga dalam prakteknya kita sering memisahkan urusan agama dari urusan politik meski secara teoritis sebagian kita mengingkari pemisahan seperti ini. Para pakar politik seringkali merusak citra Islam dalam persepsi dan pikiran khalayak, serta merusak keindahan Islam dalam realitas kehidupan. Hal ini mereka lakukan dengan keyakinan dan kesadaran penuh untuk menjauhkan pesan-pesan agama dari kancah politik. Inilah awal dari persangkaan yang keliru dan ini pulalah pangkal kerusakan.

Tiang-tiang Penyangga Pemerintahan Islam

Pemerintahan dalam Islam tegak di atas kaidah-kaidah yang sudah polpuler dan baku. Kaidah-kaidah itu merupakan kerangka pokok bagi sistem pemerintahan Islam . Ia tegak di atas tiga pilar: rasa tanggungjawab pemerintah, kesatuan masyarakat, dan sikap menghargai aspirasi rakyat.

muslimin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar